MUSEUM SONOBUDOYO
Museum Sonobudoyo terletak dekat dengan kraton Yogyakarta, tepatnya di utara alun-alun lor. Museum Sonobudoyo merupakan museum yang memiliki koleksi terlengkap ke dua di Indonesia setelah Museum Nasional Republik Indonesia.
Museum Sonobudoyo memiliki koleksi yang yang lengkap terutama koleksi yang bekaitan dengan kebudayaan Jawa seperti Keris dengan berbagai jenis dan ukuran ada di Museum Sonobudoyo. Bukan hanya itu saja, di Museum Sonobudoyo pun terdapat replika Kubur Batu yang lengkap dengan tengkorak manusia di dalamnya. Dan masih banyak jenis koleksi lainnya.
Untuk memasuki museum Sonobudoyo wisatawan lokal di kenakan biaya sebesar (Dewasa) Rp. 3.000,- (Anak-Anak) Rp.2.500,- sedangkan untuk Turis Asing di kenakan biaya sebesar Rp. 5.000,-.
Museum Sonobudoyo merupakan tempat yang bisa di jadikan sebagai salah satu tujuan wisata anda di saaat anda datang ke Yogyakarta. Selain untuk berwisata, para wisatawan dapat menambah wawasan tentang sejarah yang ada di Indonesia, terutama daerah Jawa khususnya.
Para wisatawan tidak perlu khawatir terhadap jam layanan museum Sonobudoyo, karena Museum Sonobudoyo buka setiap hari padajam-jam berikut.
Senin – Kamis : 08.00 – 14.30 WIB
Jum’at : 08.00 – 11.00 WIB
Sabtu – Minggu : 08.00 – 13.00 WIB
Di Museum Sonobudoyo juga terdapat pementasan wayang yang di lakukan secara singkat, yang sengaja di tampilkan untuk menunjukan pada para wisatawan tentang wayang yang ada di daerah Jawa. Pagelaran wayang singkat ini di pertunjukan pada Jam 20.00 – 22.00 WIB.
Di museum Sonobudoyo terdapat sebuah kotak suara yang dapat di manfaatkan oleh wisatawan untuk meninggalkan pesan dan kesan untuk meningkatkan kualitas Museum Sunobudoyo.
Dikala wisatawan berkeliling pun, wisatwan akan di iringi dengan merdunya suara gamelan. Sehingga wisatawan terasa lebih nyaman berjalan-jalan mengelilingi Museum.
Wayang merupakan salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.
Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayanadan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.
Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam pewayangan sengaja diciptakan para budayawan Indonesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk memperkuat konsep filsafat bahwa didunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.
Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel(1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasiDr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang.
Asal Usul
Mengenai asal-usul wayang ini, di dunia ada dua pendapat. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse danKruyt.
Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan,yakni Semar, Gareng,Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa(Kuna), dan bukan bahasa lain.
Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel,Hidding, Krom, Poensen, Goslings dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India.
Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pewayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain.
Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmurnya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayanakarangan pujangga India, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi India, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedahdan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 – 1160).
Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata “mawa yang” dan “aringgit” yang maksudnya adalah pertunjukan wayang.
Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zamanneolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehis toric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indonesia halaman 987.
Kata “wayang” diduga berasal dari kata “wewa yangan”, yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaranwayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling) dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga belum ada.
Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahitdiperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana danMahabarata. Sejak saat itulah cerita cerita Panji; yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah para rajaMajapahit, di antaranya cerita Damarwulan.
Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit.
Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayanadan Mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemarwayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dariNabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. Yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.
Memang, karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam budaya bangsa Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayanabenar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa.
Dan di wilayah Kulonprogo sendiri wayang masih sangatlah diminati oleh semua kalangan. Bukan hanya oleh orang tua saja, tapi juga anak remaja bahkan anak kecil juga telah biasa melihat pertunjukan wayang. Disamping itu wayang juga biasa di gunakan dalam acara-acara tertentu di daerah kulonprogo ini, baik di wilayah kota Wates ataupun di daerah pelosok di Kulonprogo.
Rabu, 18 Agustus 2010
Hilangnya Topeng Emas Hayam Wuruk
Sebanyak 87 koleksi Museum Sonobudoyo, Yogyakarta, yang hilang dicuri Rabu (11/8) dini hari lalu, hingga sekarang belum terlacak. Kepolisian sudah membentuk tim khusus dan hilangnya barang-barang peninggalan abad ke-8 hingga abad ke-10 ini dalam prioritas penanganan.
Gambar barang-barang yang hilang itu sudah masuk dalam daftar pencarian barang polisi dan akan segera disebar. ”Langkah ini untuk mempersempit ruang gerak barang-barang itu serta mencegah barang-barang itu dibawa ke luar negeri,” kata Kepala Kepolisian Kota Besar Yogyakarta Komisaris Besar Atang Heradi, Kamis (12/8).
Seperti diberitakan sebelumnya, Museum Sonobudoyo dibobol maling yang menguras 17 jenis koleksi perhiasan dan benda bersejarah seperti patung emas, topeng emas, liontin, kalung, dan berbagi jenis perhiasan. Jumlah koleksi yang hilang 87 buah.
Turut hilang dalam pencurian itu topeng emas yang merupakan hadiah upacara persembahan Raja Majapahit Hayam Wuruk kepada neneknya, Ratu Gayatri.
Tanpa kaset perekam
Berdasarkan penyelidikan sementara, kamera CCTV (closed circuit television) yang terpasang di museum tidak dilengkapi dengan kaset perekam. CCTV tersebut hanya dihidupkan saat banyak pengunjung.
Selain itu, kabel alarm ditemukan dipotong dan terali dijebol. ”Setelah alarm tak berfungsi, pencuri leluasa masuk museum,” kata Kepala Museum Sonobudoyo Martono.
Saat pencurian terjadi, hanya dua petugas yang menjaga museum seluas 7.867 meter persegi itu. ”Penjagaan dilakukan karyawan. Karena anggaran terbatas, kami tak sanggup membayar petugas satpam,” kata Martono.
Kehilangan besar
Guru Besar Arkeologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Timbul Haryono, menyatakan, hilangnya koleksi Museum Sonobudoyo merupakan kehilangan besar bagi dunia arkeologi dan sejarah Indonesia.
”Benda-benda emas Mataram Kuno tergolong langka dan jarang ditemukan dalam keadaan utuh,” kata Timbul.
Keberadaannya juga penting sebagai referensi untuk menerangkan penemuan-penemuan pada masa datang. ”Nilai yang terkandung dalam benda-benda purbakala berbahan emas itu tak terhingga dari sisi arkeologi dan sejarah,” katanya.
Benda-benda tersebut akan sangat tinggi nilainya di kalangan kolektor, baik dalam maupun luar negeri. Tidak menutup kemungkinan benda-benda curian akan dijual ke luar negeri sehingga dikhawatirkan sulit kembali lagi ke Indonesia. Timbul mendesak evaluasi pengamanan seluruh museum di Indonesia.
Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X menampik tudingan pencurian itu akibat minimnya anggaran untuk museum dari APBD DI Yogyakarta. Menurutnya, biarpun anggaran diberi berlebih, bila ada yang berniat mencuri, pencurian tak bisa dihindari.
Kepala Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Djoko Dwiyanto mengakui, pengelola museum kurang waspada dan terlena kondisi Yogyakarta yang aman sebab selama ini belum pernah ada pencurian di museum di DIY.
Menurutnya, pengamanan museum sudah ketat. Tidak semua pengunjung dapat masuk ruangan emas. Pelaku adalah orang yang tahu persis kondisi Museum Sonobudoyo.
Komisaris Besar Atang Heradi mengatakan, pihaknya masih menyelidiki apakah pelakunya tunggal atau lebih dari satu orang. Selain itu, masih diselidiki pula apakah pencurian tersebut melibatkan orang dalam museum atau tidak.
0 komentar:
Posting Komentar